Kalaulah perempuan bermaksud keluar rumah, ia berkewajiban menutup seluruh tubuhnya tanpa kecuali termasuk kedua tangannya dari perhatian orang banyak. Tidak hanya itu bahkan hendaknya ia menyamarkan diri dari perhatian orang yang mungkin mengenalnya.
Jika seseorang kawan suaminya berkunjung, sementara suaminya tidak ada di rumah, hendaknya dia tidak perlu bertanya panjang lebar. Hal itu dimaksud untuk memelihara diri dan suaminya. Demikian yang diungkapkan Imam Ghazali dan beberapa imam lainnya.
Rasulullah SAW bersabda: ”Sudah menjadi ketentuan bagi manusia bahwa bagian-bagian dari tubuhnya melakukan zina, hal itu pasti dilakukan. Kedua mata zinanya memandang, kedua telinga zinanya mendengar, lisan zinanya berbicara. Kedua tangan zinanya memaksa, kedua kaki zinanya berjalan, dan hati zinanya menyenangi dan mengharap-harap. Semua itu dibenarkan oleh kelamin atau didustakannya”. (riwayat Muslim dari Abu Hurairah)
Rasulullah SAW bertanya: ”Perkara apakah yang lebih baik bagi kaum wanita?" Fathimah menjawab: ”Hendaknya ia tidak memandang kaum lelaki dan lelaki tidak memandanginya". Kemudian Rasulullah SAW merangkul Fathimah dan beliau bersabda: ”Anak turun ke sebagian manusia dari sebagian yang lain hendaknya saling menolong". Rasulullah SAW merasa terharu atas pendapat puterinya itu.
Ketahuilah bahwa sebagian besar wanita dewasa ini telah kena penyakit suka memperlihatkan dandanannya secara berlebihan kepada kaum lelaki. Mereka sedikit sekali mempunyai rasa malu. Kalau berjalan mereka suka membuat-buat, dengan melenggak-lenggokkan pinggulnya. Kenyataaan itu sering mereka perlihatkan di muka golongan kaum lelaki, baik sewaktu di pasar atau bahkan ketika berjalan menuju masjid, terutama di waktu siang atau malam hari di bawah cahaya lampu.
Ada yang mengatakan bahwa, apabila seorang perempuan perilakunya menyimpan tiga perkara ini maka di namakan Qahbah (semacam biduan) yang sangat buruk. Pertama, kalau perempuan itu keluar rumah di waktu siang hari dengan mengenakan dandanan yang berlebihan untuk dipamerkan kepada kaum lelaki secara umum. Kedua, perempuan yang mempunyai kebiasaan memperhatikan kaum lelaki lain. Ketiga, perempuan yang gemar memperdengarkan suaranya di telinga orang lain, sekalipun perempuan itu tergolong bisa menjaga kehormatannya. Karena dengan begitu dirinya mempersamakan dengan perempuan yang tidak baik.
Tentang mempersamakan (penyerupaan itu) Rasulullah SAW memperingatkan: ”Barang siapa yang membuat penyerupaan dengan suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka”.
Orang yang menyerupakan dirinya sebagai golongan orang shalih (maksudnya bergaul dengan mereka), niscaya akan ikut dihormati, sebagaimana orang yang shalih itu menerima penghormatan. Sebaliknya orang yang bergaul dengan orang-orang yang fasik, niscaya akan menjadi sasaran cercaan. Yang berarti tidak akan dihormati oleh orang lain. Perempuan hendaknya membersihkan diri dan memperhias perangainya dengan sikap pemalu. Jangan sampai seorang perempuan berperangai yang menyebabkan dirinya memperoleh predikat “Quhbah”.
Maka alangkah baiknya bagi perempuan yang mempunyai rasa takut kepada Allah dan Rasul-NYA, serta bagi orang-orang yang mempunyai budi pekerti yang tinggi, supaya mencegah isterinya (atau anak perempuannya) keluar rumah dengan dandanan yang mencolok. Larangan keluar rumah itu memang tidak mutlak tanpa ada pengecualian dalam suatu waktu. Setidaknya Rasulullah SAW memberi kelonggaran kepada kaum wanita pada hari raya. Di hari raya itu, kaum wanita yang dapat menjaga kehormatannya di beri izin keluar rumah, setelah mendapat keridhoan suaminya. Tetapi berdiam diri tinggal di rumah itu lebih menyelamatkan diri dari godaan.
Hendaknya seorang perempuan jangan kemana-mana. Jangan keluar rumah kecuali ada keperluan yang mendesak. Kalau keluar rumah hendaknya menundukkan pandangannya dari kaum lelaki. Memang kami tidak mengatakan bahwa wajah lelaki menurut haknya adalah aurat, sebagaimana wajah perempuan menurut haknya. Tetapi wajah anak lelaki itu seperti wajah anak lelaki yang tampan. Orang diharamkan memperhatikan wajah anak lelaki yang tampan, jika dikhawatirkan timbulnya fitnah. Hanya itu. Kalau tidak mengkhawatirkan terjadinya fitnah tidak diharamkan. Sebab, sejak semula tidak ada perintah kepada kaum lelaki untuk menutup wajah. Sebagaimana perintah yang ditekankan kepada kaum wanita supaya menutup wajahnya.
Sekiranya wajah kaum lelaki itu termasuk auratnya dalam pandangan kaum perempuan niscaya mereka diperintah untuk menutup wajahnya, atau bahkan dilarang keluar rumah kecuali ada kebutuhan yang mendesak.
Bagi kaum lelaki yang mempunyai tangggung jawab dalam rumahtangganya, berkewajiban untuk menjaga orang-orang perempuan yang berada di bawah kekuasaanya. Terutama di zaman sekarang. Jangan sampai memberi kelonggaran kepada mereka yang memungkinkan mereka melakukan pelanggaran. Hendaknya mereka tidak diberi izin keluar rumah, kecuali di malam hari beserta muhrimnya, atau dengan perempuan lainnya yang dapat dipercaya. Pembantu saja belum cukup dipercaya, jika tidak disertai perempuan yang lain yang lebih dapat dipercaya. Sebab kelurusan amanat yang diberikan kepada pembantu sangat jarang dilaksanakan.
Dalam sejarah, di masa jahilliyah ada seorang perempuan anak Taimilah bin Tsa’labah bekerja sebagai penjual samin. Suatu ketika Khawat bin Jubair Al Anshari datang untuk membeli minyak samin, lalu mereka terlibat tawar-menawar. Perempuan itu membuka tali penutup wadah yang penuh berisi samin.
Khawat berkata: ”Pegangi wadah ini, aku hendak melihat-lihat wadah yang lain”. Lalu Khawat membuka wadah yang lain. Setelah dilihat, Ia berkata: ”Pegangi Wadah ini”.
Ketika perempuan itu sedang terlena dengan wadah-wadah samin yang dipeganginya, tanpa terduga Khawat menubruk dirinya lalu berbuat yang tidak senonoh hingga terlampiaskan keinginannya. Setelah melakukan perbuatan itu Khawat lari dan masuk Islam. Ia ikut perang badar.
Suatu hari Rasulullah SAW berkata kepadanya: ”Hai khawwat, bagaimana ceritanya ketika membeli samin”, Rasulullah SAW tersenyum.
Khawwat menjawab: ”Wahai Rasulullah benar-benar Allah telah melimpahkan rezeki kepada saya, Rizki yang baik. Sekarang aku berlindung kepada Allah dari kekurangan setelah mengalami penambahan”.
by: Lintas Islam
Diambil dari kitab UQUD AL-LUJAIN FIY BAYAANI HUQUQ AL-ZAUJAIN, karya Syekh Nawawi Al Bantani.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori akhlak /
keluarga /
tashawuf
dengan judul Kewajiban Perempuan Jika Keluar. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://lintas-islam.blogspot.com/2013/05/kewajiban-perempuan-jika-keluar.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Lintas Islam - Thursday, May 30, 2013
Belum ada komentar untuk "Kewajiban Perempuan Jika Keluar"
Post a Comment