Islam Untuk Semua Umat

Umar bin Khattab



Ringkasan: Sejarah dibengkokkan kepada kehendak manusia ketika dilaksanakan dengan iman dan keteguhan. Umar RA adalah orang tersebut. Dia membengkokkan sejarah sesuai kehendaknya, meninggalkan sebuah warisan yang oleh generasi-generasi berikutnya dipandang sebagai model untuk ditiru. Dia adalah salah satu penakluk terbesar, seorang administrator yang bijaksana, seorang pemimpin yang adil, seorang pembangun monumental dan seorang yang saleh yang mencintai Allah dengan intensitas yang sama dengan penakluk lain sekalibernya dalam mencintai emas dan kekayaan. Nabi menanam benih Tauhid. Pada tingkat yang paling mendasar, Tauhid berarti percaya pada satu Tuhan. Dalam arti sejarah, ia dikonotasikan sebagai peradaban berfokus-Tuhan, di mana semua usaha manusia diarahkan mencari keridhaan Ilahi. Abu Bakar RA, dengan syafaat bijaksana pada momen bersejarah, memastikan bahwa benih itu tidak turut binasa dengan kematian Nabi. Selama kekhalifahan Umar RA benih itu tumbuh menjadi pohon yang mekar sepenuhnya dan membuahkan hasil. Umar RA membentuk bangunan sejarah Islam dan Islam menjadi atau tidak menjadi apa pun dalam abad-abad berikutnya terutama disebabkan oleh pekerjaan tokoh sejarah  ini. Memang, Umar RA adalah arsitek peradaban Islam.

Prestasi Umar bin Khattab RA adalah semuanya luar biasa mengingat bahwa ia tidak memiliki keuntungan dari kelahiran, bangsawan atau kekayaan yang dinikmati oleh beberapa sahabat lainnya. Ia lahir dalam suku Bani 'Adi, sepupu miskin di antara Quraish. Dalam kata-katanya sendiri, sebelum ia memeluk Islam, ia berada dalam berbagai waktu sebagai pedagang kecil dan seorang gembala yang sering kehilangan domba-dombanya. Dari asal yang sederhana seperti itu, ia bangkit untuk menggabungkan bersama sebuah kerajaan yang lebih besar luasnya dari Roma dan Persia dan diatur dengan kebijaksanaan Sulaiman dan dikelola dengan kebijaksanaan Yusuf.

Setelah terpilih menjadi khalifah, Umar RA dihadapkan langsung dengan situasi geopolitik di Asia Barat. Jazirah Arab adalah padang pasir yang luas, kecuali ujung barat dayanya dekat Najran dan Yaman, di mana pada saat musim hujan membawa hujan dari Samudera Hindia dan menjadikan daerah tersebut subur. Di sebelah utara, luasnya gurun ditandai oleh Sungai Yordan, yang memisahkannya dari perbukitan Palestina dan Lebanon. Di sebelah timur, batas-batasnya ditandai oleh Efrat. Daerah antara Sungai Eufrat dan Tigris disebut Jazirah (pulau). Daerah ini, yang dikenal di zaman kuno sebagai Mesopotamia, disebut Irak e Arab di periode awal Islam. Air dari dua sungai mengairi daerah ini dan menjadikan tempat lahirnya peradaban. Sebelah timur Sungai Tigris, tanah naik secara bertahap ke Dataran Tinggi Persia menuju jantung Fars kuno. Orang Arab menyebut daerah ini Irak e Ajam dan termasuk daerah berbahasa Farsi (Persia) Khuzistan, Hamadan, Fars, Persepolis, Isfahan, Azerbaijan, Khurasan, Makran dan Baluchistan.

Kekaisaran Persia dan Bizantium memegang keseimbangan kekuasaan di kawasan itu dengan Sungai Efrat sebagai pemisah sejarah antara daerah pengaruh mereka masing-masing. Persia juga menguasai Yaman dan wilayah sepanjang utara Laut Merah ke Mekkah dan Madinah. Munculnya Islam dan penyatuan Arab mengubah keseimbangan kekuasaan itu. Ini adalah situasi yang tidak bisa diabaikan Byzantium maupun Persia. Khisra, kaisar Persia, tercatat pernah memerintahkan serangan terhadap Madinah. Bizantium telah menyerang di perbatasan utara dan membunuh jenderal Muslim Zaid bin Haris (632). Bentrokan perbatasan telah dimulai pada masa kekhalifahan Abu Bakar RA antara negara Islam yang baru lahir dan dua adikuasa. Kemenangan Umar RA atas kerajaan besar Persia dan Bizantium dalam rentang singkat sepuluh tahun adalah salah satu kisah paling luar biasa dalam sejarah militer.

Kemenangan Muslim yang sangat cepat didorong oleh misi yang ditanamkan oleh Islam. Ini adalah karena iman. Iman Muslim mendiktekan bahwa manusia dilahirkan merdeka dan terikat hanya pada transendensi ke Allah. Peradaban Islam adalah berpusat-Allah dan misinya adalah untuk membentuk pola Ilahi di atas bumi ini. Dari perspektif ini, setiap sistem sosial atau politik yang dipaksakan untuk tunduk kepada penguasa yang zalim atau kekaisaran yang menindas berlawanan dengan transendensi ini dan pantas ditantang.

Ketika Umar RA menjadi khalifah, kampanye di Suriah sedang berlangsung. Pertempuran Yarmuk (636) telah mematahkan perlawanan Bizantium tetapi Palestina belum tenang. Umar RA memerintahkan Amr bin al As untuk melanjutkan dari Yarmuk ke Yerusalem. Karena perlawanan itu sia-sia, Patriark Yerusalem menawarkan  untuk memberikan kunci kota tetapi Khalifah sendiri yang harus datang untuk menerima mereka. Ketika Khalifah mendengar hal ini, ia menunjuk Ali bin Abu Thalib Kwh untuk bertindak sebagai Khalifah dan berangkat ke utara dari Madinah. Umar bin Khattab RA sekarang Khalifah dari semua wilayah Arab dan sekitarnya. Dia bisa saja bepergian sebagai seorang penakluk dalam kemegahan dan kemewahan. Tetapi dia, seperti para sahabat lainnya, telah menerima pelatihan dari Nabi Muhammad SAW. Kerajaan mereka adalah kerajaan langit dan bukan kerajaan bumi. Mereka memegang kunci harta bumi tetapi hanya sebagai Pengemban Amanat Ilahi sebagai hamba Allah. Umar RA melakukan perjalanan ke utara dengan satu unta dan seorang pembantu, bergantian dengannya naik ke atas unta. Saat ia mendekati Yerusalem, begitu kejadiannya, pembantu itu berada di atas unta dan Khalifah berjalan bersamanya. Para penguasa Yerusalem berpikir bahwa pengendara unta adalah Khalifah dan orang yang berjalan kaki itu, di dalam pakaian yang ditambal, adalah hambanya. Mereka menawarkan pemberhentian untuk pengendara. Ketika para komandan muslim menyapa Khalifah yang sebenarnya, penguasa Yerusalem terkejut dan sujud dalam kekaguman.

Umar RA memperlakukan orang-orang yang ditaklukkan dengan keluhuran budi yang tak tertandingi. Dokumen kapitulasi yang ditandatangani dengan orang-orang Kristen atas kejatuhan Yerusalem memberikan sebuah contoh:

"Ini adalah keselamatan yang diberikan oleh seorang hamba Allah, pemimpin umat beriman, Umar bin Khattab RA kepada masyarakat Ilia. Keamanan ini adalah untuk hidup, properti, gereja, dan salib mereka, untuk yang sehat dan yang sakit dan untuk mereka semua yang seagama dengan mereka. Gereja mereka tidak akan digunakan sebagai tempat tinggal atau dihancurkan. Tidak ada kerusakan yang akan dilakukan atas gereja-gereja mereka atau batas-batas mereka. Tidak akan ada penurunan salib atau kekayaan mereka. Tidak akan ada pemaksaan dalam agama dan tidak pula mereka akan dirugikan."

Dokumen ini berbicara untuk dirinya sendiri. Tentara Muslim berjuang untuk kebebasan beribadah, bukan untuk mengubah agama. Mereka menganggap misi mereka di bumi adalah untuk membebaskan manusia dari penindasan, eksploitasi dan penyalahgunaan. Orang-orang yang ditaklukkan dianggap sebagai zhimmi (dari dhimana, yang berarti kepercayaan atau tanggung jawab). Mereka dianggap sebagai sebuah amanah dan tidak dilanggar seperti yang terjadi berkali-kali dalam sejarah. Umar RA tinggal selama beberapa hari di Jerusalem dan setelah memeriksa posisi tentara di Suriah, beliau kembali ke Madinah.

Bizantium mencoba untuk berkumpul kembali di Mesir dan menggunakannya sebagai dasar untuk memulihkan Suriah. Pada tahun 641, Umar RA mengirimkan sebuah ekspedisi di bawah pimpinan Amr bin al As ke Alexandria. Para Koptik netral dalam uji kekuatan ini antara Bizantium dan Muslim. Alexandria jatuh dan tentara Muslim terus maju sejauh Tripoli di Libya.

Sementara itu, front timur dengan Persia sedang aktif. Persia tidak menganggap ringan kerugian mereka di daerah perbatasan barat Sungai Efrat. Mereka mereorganisasi, menempatkan pertahanan barat mereka di bawah  Jenderal Khisrani terkenal Rustam dan memperkuatnya dengan pelayanan dari dua perwira handal, Narsi dan Jaban. Penarikan Khalid bin Walid dari front Irak ke Suriah telah melemahkan pertahanan Muslim. Jadi, Al Muthannah pergi ke Madinah dan mencari tentara tambahan. Khalifah Umar RA mengizinkannya untuk menambah tentara baru, yang memungkinkan untuk pertama kalinya perekrutan tentara dari suku-suku Arab yang pada satu waktu pernah murtad.

Abu Obaid Saqafi dipilih untuk memimpin tentara baru. Pertempuran segera dimulai antara kekuatan yang berlawanan. Abu Obaid bertemu dengan perwira Persia Jaban pada Pertempuran Namaraq dan mengalahkannya. Ia melanjutkan kemenangannya atas Narsi di Pertempuran Maqatia. Tanpa gentar, komandan Persia Rustam mengirim pasukan barunya di bawah Syah Mardan dan diperkuat dengan seratus gajah perang. Orang Arab tidak memiliki pengalaman bertempur melawan pasukan gajah. Dalam pertempuran berikutnya, Abu Obaid terinjak-injak di bawah salah satu gajah dan pasukan Arab mundur kembali melintasi Sungai Efrat.

Sekarang sudah jelas bahwa apa yang dimulai sebagai perang perbatasan telah menjadi uji kekuatan antara Muslim dan Kekaisaran Persia. Umar RA menyelenggarakan pertemuan dengan semua bangsawan Arab untuk berkonsultasi dan menawarkan untuk secara pribadi memimpin kampanye ke Persia. Namun, atas nasihat dari Ali bin Abu Thalib Kwh, khalifah memilih Sa'ad bin Waqqas untuk memimpin 20.000 tentara menuju Persia.

Sa'ad bin Waqqas adalah seorang sahabat Nabi dan veteran Perang Badar. Termasuk di antara mereka yang memulai misi tujuh puluh sahabat Nabi yang bertempur di Perang Badar. Dimasukkannya sahabat Badar meningkatkan semangat umat Islam pada puncaknya. Bahkan beberapa dari suku Kristen di daerah perbatasan menawarkan diri untuk mendukung tentara Muslim. Di sisi berlawanan, Jenderal Persia Rustam mengepalai 50.000 tentara berpengalaman.

Sebagaimana diarahkan oleh Khalifah, Sa'ad bin Waqqas mengirim misi perdamaian ke Rustam dipimpin oleh Mutsannah bin Harits. Rustam, menyadari motivasi dari tentara Arab, mengarahkan delegasi Arab ke Kaisar Yazdgard. Kaisar Persia menerima Muslim dengan keangkuhan dan menawarkan mereka harta yang banyak asalkan mereka kembali ke tanah air mereka. Dalam jawabannya, Muthannah bin Harits menawarkan tiga pilihan kepada Kaisar. Pertama, menerima penyerahan diri kepada Allah, menjadi seorang Muslim dan seorang saudara dalam iman. Kedua, menerima perlindungan dari negara Islam dan membayar jizyah. Ketiga, jika dua yang pertama tidak dapat diterima, hadapi perang. Kaisar marah dengan saran ini, mengatakan kepada mereka bahwa dia akan mendapatkan mereka tewas bila mereka tidak sedang dalam misi perdamaian dan mengirim mereka kembali dengan segenggam debu dari tanah Persia, mengingatkan bahwa orang Arab tidak akan mendapatkan lebih dari sejumlah debu yang hina dari Persia.

Perang tak terelakkan dan sangkakala telah ditiupkan. Pada saat itu, Rustam membuat kesalahan taktis. Para prajurit Persia mengenakan baju besi yang berat, tidak cocok untuk perang di padang pasir. Orang-orang Arab, di sisi lain, tidak memiliki baju besi dan terbiasa berperang di padang pasir. Melawan penilaiannya sendiri yang lebih baik, Rustam memilih untuk mendatangi konfrontasi di dataran Qadasia di padang pasir, sekitar empat puluh mil dari Efrat. Panas gurun melemahkan kekuatan tentara Persia di dalam baju besi yang berat. Pada pertempuran awal, gajah-gajah tentara Persia menimbulkan kesulitan besar bagi para pejuang muslim. Selama dua hari, pertempuran terus berlangsung dan tidak ada kepastian. Pada hari ketiga roda keberuntungan berubah ketika tentara Arab, berusaha untuk menetralisir gajah, menembak panah yang tajam ke mata mereka. Gajah-gajah yang terluka berbalik dan berpencaran, menginjak-injak pasukan mereka sendiri. Rustam bertempur dengan gagah berani, namun terbunuh dalam pertempuran.

Pertempuran Qadasia (637) adalah salah satu titik balik dalam sejarah dunia. Ini menandai berakhirnya Kekaisaran Persia dan awal Kekaisaran Islam. Persia menjadi bagian dari dunia Islam dan selama seribu empat ratus tahun telah menjadi wilayah yang penting dalam urusan muslim.

Dari Qadasia, Sa'ad bin Waqqas bergerak maju ke kota Alkitab tua Babel, yang hanya memberikan perlawanan yang lemah. Kota-kota Kosi dan Babrasyir mengikuti. Madayen, ibukota Kekaisaran Persia, sekarang dalam jarak yang sangat dekat. Sebagian besar tentara Persia telah tewas dalam Pertempuran Qadasia. Yazdgard mencoba untuk memperlambat kemajuan tentara Arab dengan menghancurkan jembatan yang menghubungkan sisi barat Sungai Tigris ke Madayen. Taktik ini, bagaimanapun, terbukti sia-sia. Orang-orang Arab mengendarai kuda mereka melintasi sungai, menyeberang ke sisi lain sungai dan Madayen jatuh pada tahun 637. Harta ibukota Persia kini berada di tangan Muslim. Jumlah tak terhitung dari emas, perak, perhiasan, karpet dan artefak diambil dan diangkut ke Madinah. Termasuk dalam rampasan perang adalah gajah yang membangkitkan rasa ingin tahu yang sangat di kalangan wanita di Madinah.

Yazdgard meninggalkan Madayen ke arah Merv, di timur laut Persia. Menyadari bahwa perang dengan Muslim itu tidak hanya pertempuran kecil tetapi invasi skala penuh, ia meminta semua orang Persia dan sekutu mereka untuk membela Persia. Tentara besar sebanyak 150.000 orang dibentuk dan berada di bawah perintah Mardan Syah yang sudah melihat aksi melawan Arab sebelumnya pada Pertempuran Efrat. Untuk menginspirasi Persia, Mardan Syah menyematkan durafsh, lambang nasional Persia. Gubernur Kufah, Ammar bin Yassir mengirim informasi ini kepada khalifah dan meminta pasukan tambahan. Umar RA mengirim korps 30.000 orang di bawah komando Numan bin Muquran. Pembicaraan damai terbukti sia-sia dan dua tentara bertemu di Pertempuran Nahawand. Dalam pertempuran awal, Nu'man bin Muquran terluka parah tetapi komandan Muslim terus merahasiakan fakta ini dari kawan maupun lawan. Menjelang akhir hari pertama, garis musuh dapat dipatahkan dan Muslim menang. Numan tidak dapat bertahan dari luka-lukanya dan meninggal malam itu.

Perlawanan Persia terus berlanjut dari provinsi-provinsi timur. Yazdgard mengambil bagian di Merv dan mengomandani sendiri pasukannya. Menyadari bahwa musuh yang terluka adalah musuh yang berbahaya, Khalifah Umar RA memutuskan untuk mengakhiri semua perlawanan Persia. Dari Nahawand, tentara Arab berpencar, dan mengadakan serangan dari berbagai arah terhadap kubu pertahanan Persia. Abi al Aas memenangkan Persepolis. Aasim ibn Amr mendapatkan Sistan. Hakam bin Umair menaklukkan Makran dan Baluchistan. Azerbaijan jatuh ke tangan Uthba bin Farqad. Abdullah bin Buqair memenangkan Armenia. Sebuah kontingen di bawah pimpinan Ahnaf bin Qais berbaris menuju Khorasan. Pada tahun 650, Kekaisaran Persia sepenuhnya berada di bawah kendali tentara Arab. Yazdgard melarikan diri dari Persia dan meninggal di pengasingan.

Dalam satu dekade setelah pemilihan Umar bin al Khattab RA sebagai khalifah, peta Asia Barat dan Afrika Utara telah berubah. Madinah sekarang adalah ibukota kekaisaran terbesar di dunia, membentang dari Tripoli di Afrika Utara ke Samarqand di Asia Tengah. Kerajaan ini diperintah bukan oleh seorang raja atau seorang jenderal, tetapi oleh sebuah aqidah revolusioner: "Tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya". Khalifah itu tidak lebih dari seorang hamba Allah, dan penjaga Hukum Ilahi.

Ketika Khalifah Umar RA diberitahu kemenangan atas Persia, ia pergi ke masjid di Madinah dan berpidato kepada orang-orang:

"Wahai orang-orang beriman! Persia telah kehilangan kerajaan mereka. Mereka tidak dapat membahayakan kita lagi. Allah telah membuat kalian mewarisi negara mereka, properti-properti mereka dan kekayaan mereka, sehingga Dia mungkin menguji kalian. Oleh karena itu, kalian harus tidak mengubah jalan kalian. Jika tidak, Allah akan mendatangkan bangsa lain untuk menggantikan tempat kalian. Aku merasakan kekhawatiran terhadap masyarakat kita dari orang-orang kita sendiri ".

Ini adalah kata-kata nubuwah. Sebagaimana akan kita lihat di artikel-artikel lain, kekayaan Persia telah mengubah jalan beberapa orang di Madinah dan menyebabkan perang saudara yang merobek masyarakat Islam menjadi terpisah-pisah.

Umar RA adalah seorang administrator yang hebat. Dia mendirikan sebuah dewan Syura (konsultasi) dan meminta nasihat mengenai masalah-masalah negara. Ia membagi-bagi kekaisaran yang berjauhan ke sebuah propinsi Mekkah, Madinah, Suriah, Jazira (daerah subur antara Sungai Tigris dan Efrat di Irak), Basrah, Khurasan, Azerbaijan, Persia dan Mesir. Seorang gubernur, bertanggung jawab kepada khalifah, ditunjuk untuk tiap-tiap provinsi. Tanggung jawab dan batas-batas wewenang masing-masing gubernur secara jelas didefinisikan. Gubernur yang menggunakan kantor mereka untuk memperkaya diri dihukum berat. Eksekutif dan yudikatif dipisahkan dan qadi-qadi ditunjuk untuk mengelola keadilan.

Khalifah Umar RA memiliki pikiran terbuka untuk menerima dan mengadopsi apa yang baik di peradaban lain. Bila dapat diaplikasikan, ia belajar dari mereka dan mengadopsi teknologi dan praktik administrasi dari orang-orang yang ditaklukkan. Kincir angin digunakan secara luas di Persia pada waktu itu dan Umar RA memerintahkan pembangunan kincir angin di beberapa kota Arab, termasuk Madinah. Ketika Abu Hurairah kembali dengan ghanimah (rampasan perang) yang besar dari Bahrain, ada perbedaan pendapat di antara orang-orang Madinah mengenai bagaimana cara untuk membaginya. Khalid bin Walid, mengamati perbedaan, menyarankan kepada Khalifah agar sebuah departemen dokumentasi dibentuk di Madinah mirip dengan yang ia lihat di Persia. Khalifah Umar RA bertanya tentang praktik tersebut di Persia dan setelah mendapatkan jawaban yang memuaskan bahwa ia memang dapat diaplikasikan pada kekhalifahan, memerintahkan untuk dibentuk departemen dokumentasi. Karena sebagian besar orang Arab buta huruf, ia mempekerjakan ahli-ahli panitera Persia untuk mengelola departemen baru ini. Ahli-ahli Panitera mendokumentasikan setiap item ghanimah dan haknya atas masing-masing, sehingga khalifah bisa membagikan secara adil kepada yang berhak. Kemudian, departemen diperluas untuk mendokumentasikan semua transaksi kas dan tentara. Mengikuti contoh dari Umar bin Khattab RA, penyusunan dan pemeliharaan dokumentasi menjadi profesi yang terhormat di kalangan umat Islam, dan khalifah dan juga sultan-sultan, diturunkan kepada Ottoman di zaman modern, tradisi ini tetap hidup.

Adalah selama kekhalifahan Umar RA bahwa yurisprudensi Islam dan metodologinya yang didasarkan pada Al-Qur'an, Sunnah, ijma dan qiyas sepenuhnya didirikan. Dengan peraturan Umar RA, yang mencerminkan konsensus (ijma) para sahabat, memberikan landasan bagi mazhab Fiqh Maliki yang muncul seratus tahun kemudian.

Militer diorganisasikan secara profesional. Tentara-tentara dibayar dan barak-barak pertahanan dibentuk di Madinah, Kufah, Basrah, Mosul, Fustat (Kairo), Damaskus, Edesa dan Yordania. Keuangan, akuntansi, perpajakan dan departemen keuangan diorganisasikan dengan tanggung jawab penuh. Polisi, penjara dan unit pos dibentuk.

Tanah disurvei dan pertanian didorong. Kanal-kanal lama digali dan yang baru dibangun. Sebagian besar daratan dijadikan budidaya pertanian. Jalan-jalan ditata dan secara teratur dipatroli. Seorang wisatawan bisa bergerak dengan aman sepanjang jalan dari Mesir ke Khorasan di Asia Tengah.

Wilayah yang luas dari Asia Barat dan Afrika Utara direkatkan menjadi zona perdagangan bebas. Perdagangan menghasilkan kemakmuran. Pendidikan didorong dan guru dibayar. Studi Al-Qur'an, Hadis, bahasa, sastra, menulis dan kaligrafi mendapatkan perlindungan. Umar RA sendiri adalah seorang penyair yang bereputasi dan seorang orator yang handal. Lebih dari 4.000 masjid dibangun selama kekhalifahan Umar RA.

Teknologi seperti pembangunan kincir angin didorong. Jembatan tua dan jalan-jalan diperbaiki dan dibangun yang baru. Sebuah sensus penduduk dilakukan mengambil contoh dari Cina pada jaman dinasti Tang. Dan adalah Umar RA yang memulai kalender Islam yang didasarkan pada Hijrah Nabi.

Diriwayatkan bahwa Umar RA menangis ketika ayat berikut dalam Al Qur'an diturunkan kepada Nabi: "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,"(Al Qur'an, 33:72). Umar RA memahami bahwa amanah yang dimaksud di sini adalah kehendak bebas manusia. Manusia, yang mabuk dengan cinta kepada Allah, menerima amanah ini, sementara semua ciptaan lainnya menolak. Ketika kehendak bebas manusia dilaksanakan dengan cara yang layak bagi kemuliaan manusia, ia mengangkatnya ke posisi yang lebih tinggi dari malaikat. Manusia memiliki kendali atas takdir, untuk menyadari sifat luhurnya sendiri, dalam hubungannya dengan urusan manusia. Ketika kebebasan disalahgunakan, ia menurunkan manusia menjadi makhluk yang paling celaka. Tidak ada orang yang memahami hal ini lebih baik dari Umar RA dan sedikit dari sahabat sejak Nabi membawa kepercayaan ini dengan penuh kebijaksanaan, kerendahan hati, tekad, ketekunan, sensitivitas, dan keberanian. Diukur dengan tolok ukur apapun, Umar RA adalah salah satu tokoh terbesar dalam sejarah manusia.

Umar bin Khattab RA meletakkan dasar peradaban Islam. Ia adalah tokoh sejarah yang melembagakan Islam dan menentukan cara di mana Muslim berhubungan dengan satu sama lain dan dengan non-Muslim dan akan berjuang untuk memenuhi misi tauhid di bumi.

Ironisnya, lelaki keadilan ini dibunuh akibat vonis yang ia berikan di dalam kasus perdata yang dibawa ke hadapannya. Salah satu sahabat, Mughira bin Sho'ba, menyewakan sebuah rumah kepada seorang tukang kayu Persia bernama Abu Lulu Feroze. Sewanya adalah dua dirham sehari, suatu jumlah yang Abu Lulu rasa terlalu tinggi. Dia mengeluh kepada Khalifah Umar RA yang mengumpulkan semua fakta, mendengarkan kedua belah pihak dan memberikan penilaian bahwa sewa itu adil. Ini insiden yang tampaknya kecil yang menyebabkan salah satu gejolak terbesar dalam sejarah Islam. Abu Lulu begitu putus asa dengan vonis tersebut sehingga ia memutuskan untuk mengambil nyawa Khalifah. Keesokan paginya, ketika Umar RA muncul di masjid untuk memimpin shalat, Abu Lulu bersembunyi di pojok, pedang bermata duanya disembunyikan di bawah jubah panjang. Ketika khalifah berdiri di depan jamaah membaca Al Qur'an, Abu Lulu melompat ke arahya dan menusukkan pedang bermata dua ke dalam perut Khalifah. Pendarahan internal tidak dapat dihentikan dan Umar RA, benteng dari komunitas orang beriman, meninggal pada hari berikutnya. Saat itu tahun 645.






Disumbangkan oleh Prof Dr Nazeer Ahmed, PhD

Temukan artikel lainnya di http://www.lintas-islam.blogspot.com

Untuk bergabung dengan group Lintas Islam, click http://groups.yahoo.com/group/lintas-islam/join; atau kirim email kosong ke alamat: lintas-islam-subscribe@yahoogroups.com
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori politik / sejarah dengan judul Umar bin Khattab. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://lintas-islam.blogspot.com/2011/12/umar-bin-khattab.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Lintas Islam - Thursday, December 29, 2011

Belum ada komentar untuk "Umar bin Khattab"