Sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan kita, bila seorang tua - ibu, bapak, nenek, kakek, dll - menjadi seorang yang sangat cerewet ketika mereka semakin beranjak tua. Mereka selalu khawatir dengan segala sesuatu dan beranggapan bahwa bila mereka tidak cerewet, segala sesuatu tidak akan menjadi lebih baik. Atau dengan kata lain: "Segala sesuatu bila dibiarkan dengan sendirinya, akan berubah dari buruk menjadi lebih buruk".
Pernyataan tersebut sesuai dengan hukum kedua dari thermodinamika. Hukum tersebut berhubungan dengan konsep entropy. Definisi sederhananya, bahwa entropy adalah ukuran dari ketidakteraturan dari sebuah sistem. Hukum thermodinamika mengatakan bahwa "entropy selalu meningkat di alam dan dalam semua sistem yang terisolasi secara hipotetis di dalamnya". Aplikasi praktis dari hukum ini mengatakan bahwa untuk mengurangi efek dari entropy, energi harus disuntikkan ke dalam sistem. Tanpa menyuntikkan energi, sistem akan semakin tidak beraturan.
Hukum ini diterapkan oleh para filosof bukan hanya pada dunia ilmiah (laboratorium), tetapi juga didefinisikan untuk semua sistem seperti manusia, mobil, rumah, ekonomi, peradaban atau segala sesuatu yang menjadi tidak beraturan. Manusia semakin tua akan semakin berantakan dan menderita berbagai penyakit berat. Oleh karena itu, semakin tua manusia akan menyadari bekerjanya hukum alam ini pada diri mereka sendiri.
Sebagai perbandingan, bila kita membiarkan meja di rumah kita dengan sendirinya, maka meja tersebut semakin hari akan semakin berantakan, sampai energi diberikan untuk mengembalikan meja tersebut kepada keteraturan.
Dengan bahasa lain, hukum ini menyatakan bahwa "Sang alam tidak menyukai segala sesuatu yang diciptakan". Peralatan dari besi akan berkarat dan kembali ke alam. Mobil akan rusak dan menjadi tumpukan besi tua. Ekonomi akan chaos (krisis) dan menciptakan ketidakteraturan dalam masyarakat. Peradaban akan mengalami degradasi sehingga peradaban manusia kembali ke jaman jahiliyah. Sampai sebuah energi disuntikkan ke dalam sistem untuk mengembalikannya kepada keteraturan.
Dalam bahasa agama, ketidakberaturan tersebut disebut sebagai takdir - bahwa segala sesuatu sudah ditakdirkan untuk tidakberaturan di kemudian hari (hingga akhirnya musnah). Tetapi takdir juga menentukan bahwa energi akan selalu hadir untuk mengurangi efek entropy tersebut. Malaikat bertanya, "Mengapa Engkau menciptakan manusia yang kerjanya menciptakan kerusakan?". Allah lalu mengajarkan nama-nama kepada Adam dan menunjukkannya kepada malaikat sehingga malaikat mengakui, "Engkau tahu yang kami tidak ketahui". Dalam memanfaatkan waktu Allah berkata, "Sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi", tetapi ada suatu energi positif untuk mengatasi efek entropy tersebut: "kecuali orang-orang beriman yang mengerjakan amal shalih dan saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran".
Semua makhluk hidup termasuk manusia akan mati, tetapi Allah memberikan nafsu syahwat sehingga mereka dapat bereproduksi. Allah memberikan penyakit, tetapi Allah menyediakan obat bagi mereka yang mau mengeluarkan energi (berikhtiar) untuk mencari kesembuhan.
Fenomena entropy ini tidak menunjukkan bahwa Allah tidak sempurna, justru sebaliknya membuktikan bahwa Allah lah yang paling sempurna. Segala ciptaan-Nya adalah fana, sehingga bagaimana sang makhluk bisa menyombongkan diri dihadapan-Nya? Dalam surah Waqiah, Allah bertanya kepada manusia yang menentang kekuasaan-Nya, "Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah), mengapa kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?".
Para kaum munafikun-kafirun dalam forum mereka mengatakan bahwa Tuhannya orang Islam adalah Tuhan yang kejam, selalu menakut-nakuti umat-Nya dengan neraka. Tuhan yang benar menurut mereka adalah Tuhan yang penuh kasih sayang. Ketahuilah bahwa ini hanyalah persangkaan mereka. Mereka mengatakan hal tersebut bukan dengan pengetahuan, tetapi justru karena ketidaktahuan mereka. Pada saatnya, Allah akan mengambil ruh mereka yang menentang-Nya dengan cara yang benar-benar kejam. Sedangkan bagi mereka yang takut akan siksa-Nya dan mengikuti segala perintah-Nya, ruh mereka akan diambil dengan cara yang sangat lembut sehingga hanya menimbulkan rasa sakit yang sedikit.
Fenomena entropy ini juga memberikan pelajaran, bahwa segala energi yang dikerahkan untuk mengurangi efek entropy bukanlah suatu upaya untuk menentang takdir. Justru menjadi kewajiban karena energi tersebut adalah anugerah yang diberikan Allah khusus kepada manusia. Orang sakit yang mau berikhtiar untuk berobat mencari kesembuhan justru akan diganjar dengan pahala. Ketika peradaban semakin menjadi rusak, orang-orang beriman justru diperintahkan untuk berwasiat amar ma'ruf nahi mungkar. Orang-orang beriman dikatakan sebagai umat yang terbaik karena mereka melakukan tugas amar maruf nahi mungkar tersebut. Menciptakan keteraturan dan ketertiban adalah tugas orang-orang beriman sebagai khalifah di muka bumi.
Bila manusia sudah menjadi tidak peduli dengan sungai-sungai yang semakin kotor dan berbau, semakin terbiasa dengan kemungkaran, semakin terbiasa dengan kondisi kota yang semrawut, semakin terbiasa dengan kejahatan dan korupsi, semakin tidak peduli dengan sulitnya kesempatan bagi semua orang untuk mendapatkan pendidikan yang baik, semakin tidak tersentuh dengan penderitaan orang-orang yang tidak beruntung, justru pada saat itulah manusia harus mempertanyakan kualitas keimanannya.
Temukan artikel lainnya di http://www.lintas-islam.blogspot.com
Untuk bergabung dengan group Lintas Islam, click http://groups.yahoo.com/group/lintas-islam/join; atau kirim email kosong ke alamat: lintas-islam-subscribe@yahoogroups.com
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori akhlak /
aqidah
dengan judul Entropy. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://lintas-islam.blogspot.com/2012/08/entropy.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Lintas Islam - Wednesday, August 15, 2012
Belum ada komentar untuk "Entropy"
Post a Comment